Trip to Turkey - Day 2

Previously on: Trip to Turkey - Day 1



Rasa lelah yang luar biasa akibat nyaris 50 jam tidak tidur plus keadaan hostel yang kurang nyaman membuat saya sedikit terlambat untuk bangun di subuh pagi Istanbul. Akibatnya, ketika terjaga dari tidur membuat saya sedikit kaget karena hampir kesiangan. Seharusnya sesuai rencana awal, saya bisa beribadah subuh di Masjid Ortakoy (Ortakoy Mosque). Sebuah masjid dengan arsitektur khas Turki yang indah, yang mempunyai nama resmi Büyük Mecidiye Camii (Masjid Raya Sultan Abdül Mejid).  Lokasinya tepat di sisi bawah Jembatan Bosphorus. Tempat ini selalu menjadi salah satu tempat hunting sunrise di Istanbul. Sudah banyak foto-foto beredar di jejaring dunia maya tentang  sunrise yang bersanding dengan Bosphorus Bridge.

Selepas menunaikan ibadah subuh di kamar hostel, saya bergegas memesan UBER taxi untuk menuju kawasan Masjid Ortakoy. Begitu sampai di lobby hostel ternyata jalanan sudah basah oleh gerimis hujan. Pagi itu gerimis dengan awan yang tebal dan serasa tidak bergerak dari atas Istanbul. :(

Perjalanan menuju lokasi berlangsung selama sekitar 25 menit menempuh jarak sekitar 8 km dari hostel. Ongkos Uber taxi dari hotel ke Masjid Ortakoy sekitar 21 Turkish Lira. Taksi melaju dengan cepat bahkan cenderung ngebut karena pada jam tersebut kota ini belum terlalu banyak aktifitas. Ketika saya tiba di areal ini, kawasan tampak lengang baru ada satu orang penyapu jalan sedang bertugas dan satu tuna wisma  yang sedang berlindung di sebuah kanopi yang sepertinya berfungsi sebagai tempat parkir.

Mulailah sesi foto.
"A Day Without Laughter Is A Day Wasted". An artwork at this area.
More pics on Instagram: @gillnegara
\
Cuaca memang gak ideal dengan itinerary dan bayangan saya saat itu. Life is unfair. Eh, correction,... 
Life is Fair, because life is unfair to everyone. Isn’t it?? 

Dalam impian, saya bisa melihat matahari terbit tepat berada di ujung jembatan Bosphorus sisi Asia yang serasi bersanding dengan warna langit mempunyai gradasi dari kuning, orange, kemerahan, sampai berangsur kebiruan. Lalu Masjid Ortaköy menjadi foreground atau latar depan dengan sedikit menampakkan siluet menara. Ditambah air laut di selat ini yang berkilap karena terkena cahaya matahari pagi. Dan kadang di beberapa foto, ada objek lain seperti perahu sampan yang sedang berlabuh di sisi pantai ini. Ro..man.. tis..

Tapi realitanya adalah di hadapan saya cuaca mendung, rintik gerimis, payung, dan ditemani udara dingin yang menusuk kulit. Sambil memikirkan gimana caranya agar langkah pagi saya saat itu tidak terasa sia-sia.
Salah satu penduduk lokal yang memang mencari pemandangan matahari terbit. Sebut saja namanya Veyzal (Faisal).

Pandangan mata mengelilingi sekitaran masjid dan jembatan, hingga akhirnya datanglah Veyzal, (sebelumnya gak tau namanya Veysal), yang menikmati rokoknya di hawa dingin pagi itu. Sampai akhirnya,.. 

Me       : "Hi Bang, boleh berdiri tetep di situ gak? saya perlu model buat foto saya.."
Veyzal   : "Ya, sure. Tapi saya lagi ngerokok. gak apa-apa?"
Me      : " Ya gk apa-apa lah. Saya mau foto dari belakang kok". (lagian gw sepertinya gak perlu wajahmu Bang. Ucapku dalam hati.

*cekrak.. cekreekk...

Me        :"Bang, sekarang lu hadep depan deh *foto basa-basi karena ga enak fotoin punggung terus.
Veyzal   : "Ok. Let me took our picture too ya. Selfie with me." (seketika dia mengeluarkan iphonenya).

Me        : " Bang...,... (speechless)" *nyengir ga siap.

*cekrek..

Kami pun bersalaman dan saling memperkenalkan diri. (Bang, lu gak nawarin gw sarapan di rumahlu gitu?, laper bang.. laper....)

Tempat tinggal Veyzal tidak jauh dari Masjid ini. Dia bilang ada di gang seberang jalan raya. Dan yang membuat ada persamaan di antara kami ialah.. (*tsahh bahasa gw), dia datang juga untuk mencari sunrise. Dia setuju bahwa plaza depan Masjid Ortakoy ini merupakan salah satu spot terbaik untuk memulai hari. Dia juga bilang bahwa hampir 3x dalam seminggu dia selalu datang. Dan pastinya hal itu juga yang membuat saya iri. Dia bisa sesering mungkin hunting sunrise. (Ya iyalah ya, kan dari rumahnya ke tempat ini cuma tinggal ngesot.)


Matahari pun tak kunjung muncul. Melainkan gerimis yang semakin mengundang. Pukul 7 already. Perutku sudah mengingatkan empunya agar segera diisi...Pirinć. Di sekitar kawasan ini memang banyak sekali restoran dan kedai kopi. Tetapi pagi itu, hanya 1-2 restoran sudah mulai membuka kedainya. Menurut saya cukup nyaman. Tergoda dengan gambar menu pada pintu masuk, ditambah dengan udara dingin dan gerimis, akhirnya saya memberanikan diri masuk ke salah satu kedai. 

...... (*ngunyah makanan).


Seketika terkaget dengan tagihan sejumlah 33 TL atau sekitar 155.000 IDR. Padahal menu sarapan pagi itu hanya omelette dan sejumput nasi putih. Tapi ya, nasinya memang berasa enak dan pulen. Semacam dicampur ketan. Ehtahlah, saya gak ahli merasakan makanan.


Selesai sarapan, tujuan selanjutnya ialah Egyptian Bazaar. Juga dikenal dengan nama Spice Bazaar (Mısır Çarşısı). Tetapi pagi itu seperti pagi hari di kota-kota besar. Para karyawan sudah memulai aktifitasnya untuk berangkat kerja. Dan akhirnya, taxi yang saya tumpangi pun terjebak macet. Rencanapun berubah.


Blue Mosque

Siang yang teduh itu pun menjadi pengantar saya melaksanakan solat Jumat di Blue Mosque atau yang dikenal juga dengan Sultanahmet Camii. Sebuah masjid yang jadi landmark kota Istanbul dan bahkan landmark Negara Turki. Konon, Blue Mosque menjadi nama masjid ini karena pada jaman dahulu, Interior Masjid ini berwarna biru. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1600 ketika masa pemerintahan Sultan Ahmed 1 dari kekhalifahan Utsmaniyah.


Sekilas cerita tentang Blue Mosque ini,  Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ahmed I berasal dari Dinasti Ottoman yang menguasai Turki pada abad ke-14. Sultan Ahmed I memerintah Turki mulai tahun 1603 – 1617. Konstruksi masjid mulai dibangun pada tahun 1609, oleh arsitek terkenal pada jaman itu, yaitu Mehmed Aga. Lamanya pembangunan ini memakan waktu sekitar tujuh tahun. Tujuan Sultan Ahmed I membangun Masjid Biru tidak lain adalah untuk menandingi bangunan Hagia Sophia buatan kaisar Byzantine yaitu Constantinople. Hagia Sophia berada satu blok dari Masjid Biru. Hagia Sophia dulunya adalah Gereja Byzantine sebelum jatuh ke kekhalifahan Turki Ottoman/Utsmaniyyah pada tahun 1453 M.

Akustik bangunan menjadi elemen penting. Hal ini terdapat pada mihrab yang terbuat dari marmer yang dipahat dengan hiasan stalaktit dan panel incritive dobel di atasnya. Tembok disekitarnya dipenuhi dengan keramik. Uniknya Masjid Biru didesain agar dalam kondisi yang paling penuh sekalipun, semua yang ada di masjid tetap dapat melihat dan mendengar Imam. Bahkan Pak Vedat, resepsionis salah satu hotel yang saya tempati, juga merekomendasikan hal tersebut ketika pertama kali saya datang ke hotelnya.

Khutbah Jumat hari itu terasa lama. Mungkin karena saya gak mengerti Turkish :p. Eh tapi ternyata yah, memang ada semacam pengajian sebelum Adzan Zuhur. (Oh pantes lama.. kirain udah adzan. Untungnya tadi sempet jeprat-jepret area luar Masjidnya). Akhirnya adzan Zuhur berkumandang. Masjid pun terisi penuh sampai lantai 2. Banyak para ibu-ibu dan wanita ikut serta Solat Jumat.
Plaza yang menhubungkan Hagia Sophia dan Blue Mosque
Interior Blue Mosque, Sultanahmet Camii, Masjid Raya Sultanahmet


Suasana setelah solat Jumat di Blue Mosque-1
Suasana setelah Solat Jumat di Blue Mosque-2
Suasana setelah Solat Jumat di Blue Mosque-3
The Entrance
Solat Jum'at di Blue Mosque,.. mission accomplished. Next thing to do is packing and change hotel.

Eqyptian Bazaar dan Grand Bazaar

Selesai menitipkan tas di hotel lain, saya kembali ke rencana selanjutnya. Egyptian Bazaar. Tempat ini juga dikenal dengan nama Spice Bazaar (Mısır Çarşısı).  Adalah sebuah pasar tempat penjualan bermacam makanan, turkish delight / manisan, bermacam coklat, suvenir barang pecah belah, gantungan kunci, magnet kulkas, barang kerajinan tangan, karpet, sampai kain-kain kerudung dan shawl/syal. Hampir semua ada, bahkan beberapa ada yang menawarkan Turkish Viagra. Para penjualnya pun datang dari berbagai negara. Mesir, Syria, Iran, Srilangka, India, Afganistan dan bahkan beberapa orang Rusia.

Eqyptian Bazaar tidak terlalu besar. Jadi hanya berbentuk dua koridor panjang yang bersilangan membentuk cross. Berdasarkan rekomendasi dari kerabat yang sudah dua tahun tinggal di Turki, belanja di pasar ini lebih murah dibandingkan dengan belanja di The Famous Grand Bazaar. Akhirnya pun saya membeli sedikit oleh-oleh di sini deh. Pun menurut saya, sepertinya tempat ini lebih ramah dan hangat. Koridornya pun lebih kecil meskipun lantainya tidak semengkilap dibandingkan dengan Grand Bazaar. 

Satu hal yang selalu jadi cerita ketika mengunjungi Pasar ini. Yaitu si para penjual yang murah senyum tersebut pasti akan bertanya:

Mereka: "Assalaamu'alaikum. Malaysia or Indonesia?".
Saya:     " Indonesia dong Bang...." *sambil mengeluarkan senyuman terbaik dengan alis yang sedikit diangkat ala The Rock.

Egyptian Bazaar (source: Dreamstime.com)

Suasana salah satu sudut kedai (Source: fxcuisine.com). Saya sampai lupa foto suasana di pasar ini karena terkejar waktu.
Tetapi pun, saya tetap menyempatkan diri berjalan dan merasakan suasana Grand Bazaar. Pastinya, karena ini merupakan salah satu landmark kota Istanbul. Dan benar, banyak toko-toko yang menjual Fashion dan pakaian jadi. Memang langit-langit bangunan ini lebih tinggi dari pasar sebelumnya. Sehingga memang terlihat lebih Grand. Secara area pun, Grand Bazaar melingkupi area yang sangat luas. Mungkin ratusan toko ada di dalam pasar yang tertutup atap ini. Puluhan koridor bersilangan sehingga seperti sebuah labirin. (Ketika nulis postingan ini, saya abis nonton Maze Runner semalam).

Salah satu dari sekian puluhan pintu masuk ke area Grand Bazaar.
Grand Bazaar yang memang lebih "Grand"
Ada satu hal yang khas di Turki. Di tiap pasar-pasar yang besar ini terdapat sebuah Masjid yang tak kalah bagusnya. Seperti Masjid Baru (Yeni Camii) di sebelah Egyptian Bazaar. Bahkan, plaza yang menghubungkan Masjid dan pasar itu sendiri didesain sangat baik. Akhirnya saya mencoba solat Ashar di Masjid ini ketika waktunya tiba. Dan tidak lupa merekam suara Adzan seperti dalam video di bawah berikut.

Yeni Camii atau Masjid Baru di sebelah Egyptian Bazaar,Kawasan Eminonu, Istanbul.

Belanja pun selesai. Dan saya segera bersiap menuju ke Ataturk Airport untuk tujuan selanjutnya. Salah satu tempat yang (mungkin) diimpikan oleh setiap orang untuk sekedar melihatnya. Every Traveller's dream!!

See you in next day...

.

Komentar

Anonim mengatakan…
Fixed, aku envy bang !
gillnegara mengatakan…
:D. makasih apresiasinya..

Postingan Populer