Gejala Covid-19 Yang Ku Rasakan dan Perawatan Mandiri
Cerita sebelumnya, Aku Terinfeksi Covid
Ketika terinfeksi Covid, gejala yang kurasakan bisa dikatakan gejala ringan, yaitu hanya batuk ringan, flu, dan demam beberapa kali saja. Demam terjadi pada hari ke-2 sampai dengan hari ke-6. Biasanya terjadi dari sore-malam. Demam yang kurasakan selama itu dari 36.5C sampai paling tinggi 38.3C. Biasanya ku minum paracetamol dan berlanjut minum lagi setiap 4 jam kalau masih demam. Ku merasakan suara bindeng (flu), dan batuk kering ringan. Ku bersyukur tidak ada gejala berat, seperti: sesak nafas dan lainnya. Saturasi Oksigen pun tidak pernah lebih rendah dari 98%. Tetapi ketika demam, memang kondisi badan gak baik, susah tidur, dan stres. Ada rasa khawatir bahwa tidak bisa bangun tidur lagi keesokan harinya. Kadang ku titip pesan ke istri soal data-data penting, misalnya Nomor PIN ATM dan mobile banking. J Iya, se-khawatir itu emang.
Oh ya, setelah ngobrol dengan dua
teman yang pernah positif juga, memang pada sekitar hari ke-10 terinfeksi,
demam akan kembali naik dan gak enak badan. Sama halnya denganku. Hari itu
pengennya rebahan sepanjang hari karena demam agak tinggi.
Setelah Pak RT melaporkan
kasusku, tim surveillance langsung menghubungi dan mewancaraiku beberapa hal. Tim
surveillance Puskesmas Sarijadi, Bandung, dan Cinere, Depok, melakukan
interview kepadaku. Mereka bertanya segala macam dan mencoba mendeteksi asal
virus, menanyakan riwayat perjalanan dan riwayat kontak. Mereka juga menanyakan
orang rumah yang kontak erat denganku. Untuk kontak tracing, Tim PKM Cinere
tidak banyak melakukan kontak tracing karena memang aku sudah isolasi mandiri
dan sendirian di rumah. Sebaliknya, Tim Surveillance Puskesmas Sarijadi Bandung
yang melakukan kontak tracing untuk keluarga serumah. Tapi orang rumah sudah
sadar dan secara mandiri melakukan tes PCR keesokan harinya.
Aku juga mendapatkan banyak
bantuan dari tim relawan vaksin. Bahkan biaya tes PCR-ku dibayari oleh mereka.
Lumayan, Alhamdulillah. Selain itu, ada dokter yang mengawasiku selama aku
bergejala dan memberikan memberikan saran ketika ada gejala yang menggangguku.
Setelah wawancara segala hal, termasuk apa saja obat dan suplemen yang sudah kuminum, Tim puskesmas Cinere segera memberikan beberapa obat, yaitu Azytromycin (antibiotic), Oseltamivir (Anti-virus), dan Vitamin B kompleks. Memang selama demam ku hanya konsumsi obat paracetamol dan Obat Batuk Hitam. Untuk suplemen lainnya, ku sudah mengkonsumsi: Vitamin C, Vitamin E, Zinc, Linhua (obat Cina), dan propoelix. Oh ya, ku sudah menyiapkan paracetamol, vitamin E, dan zinc sejak awal pandemic Maret 2020. Iya, se-prepare itu. Ya akhirnya diminum juga setelah ku terinfeksi. Padahal selama 7 bulan, suplemen tersebut ku simpan dengan baik.
Obat & Suplemen Pribadi |
Obat dari Puskesmas |
Berikut daftar Obat yang
kukonsumsi:
I.
Obat dari Puskesmas:
1.
Azythromycin, 1x1, selama 2 hari
2.
Oseltamivir, 2x1, selama 5 hari
3.
Vitamin B Kompleks, 2x1, selama 5 hari.
II.
Obat dan suplemen sendiri:
1.
Obat Batuk Hitam, 3x1, sampai gejala batuk
hilang.
2.
Linhua, 3x4, (ku minum suplemen ini selama 6
hari)
3.
Vitamin C, 1000mG sehari selama 14 hari pertama.
Selanjutnya hanya 500mG per hari.
4.
Vitamin E, 1x1, sampai 30 hari.
5.
Zinc, 1x1, sampai 30 hari.
6.
Propoelix
7.
Madu.
8. Paracetamol yang diminum ketika demam saja. Dan lanjut minum setiap 4 jam sekali kalua masih demam.
III. Selain itu, tentunya ku makan buah-buahan dan susu Bear Brand. Jangan lupa juga usahakan untuk berjemur dan kena matahari pagi antara jam 7.30-8.30. AKu baru beli Vitamin D tablet ketika sudah sembuh. Itupun kuminum kalau gak kena matahari pagi aja. Ku juga minum ramuan jahe instan setiap hari. Lumayan bisa mengurangi rasa gatal karena batuk dan flu. Kadang Ibuku juga mengirimkan telur setengah matang. Katanya bisa menambah fit. Ku mengoleskan Minyak Eucalyptus (Kayu Putih) ke bagian leher agar ada rasa hangat dan aromanya tercium melalui hidung. Oh ya, usahakan makan seperti biasanya, 3x sehari. Paksain makan kalau sedang gak selera. Usahakan minum air hangat dan jangan air dingin. Agar kerongkongan dan tenggorokan lega dan mengurangi batuk.
Kalau berniat isolasi mandiri di
rumah, mungkin ada baiknya kita menyediakan peralatan standar seperti thermometer
digital dan Oxymeter. Ku langsung memberi Oxymeter dari e-commerce setelah mendapatkan hasil Tes PCR positif. Alat ini penting untuk mendeteksi kadar Oksigen di dalam darah kita. Ya katanya, salah satu gejala berat adalah ketika kita mengalami Happy Hypoxia. Yaitu kita merasa bisa beraktivitas dan bernafas dengan normal padahal kandungan Oksigen di dalam darah sangat rendah. Gejala ini tentunya merusak fungsi organ Paru-Paru dan mengurangi kemampuan darah untuk menyebarkan oksigen di dalam tubuh yang tentunya mengakibatkan keadaan fatal bagi pasien. Dengan Ovymeter, kita bisa mengamati kandungan Oksigen di dalam darah kita. Apabila nilai Oxymeter di bawah 95, sebaiknya kita segera menghubungi faskes terdekat.
Oxymeter dan Termometer Digital yang kusediakan. |
8 hari setelah dinyatakan positif,
atau sekitar tanggal 20 Desember 2020, ku sudah tidak merasakan demam lagi.
Suhu tubuh berangsur normal di sekitaran 35.5C – 36C. Suaraku juga sudah tidak
bindeng. TEtapi batuk ringan masih ada. Menurut tim Puskesmas, memang gejala
batu biasanya masih tersisa beberapa waktu setelah sehat karena ada gen covid
yang mungkin tidak bisa hilang segera.
Sekitar tanggal 27 Desember atau
15 hari setelah positif, ada tawaran untuk mengambil tes PCR lanjutan. Tetapi
ku mengurungkan niat. Ada sedikit kekhawatiran bahwa hasilnya masih positif.
Sayangkan uangnya kalau memang masih positif. Tetapi dalam hati, ada keyakinan
bahwa hari itu sudah negative covid. Ku juga sempat mikir bahwa pada minggu
tersebut, banyak orang-orang yang mengambil tes PCR untuk keperluan liburan.
Jadi ya dapat disangka bahwa hasil tes PCR akan sedikit lebih lama dari
biasanya.
Akhirnya ku memberanikan diri
untuk mengambil tes PCR lanjutan pada tanggal 2 Januari 2021. Dapat info dari
kakak bahwa tes PCR di RSUD Tamansari Jakarta Pusat ‘hanya’ membayar 350.000
rupiah. Tetapi memang hasilnya agak lama yaitu 5-7 hari.
Alhamdulillah, hasil tes PCRku
tersebut keluar pada tanggal 7 Januari 2021 sore hari. Itupun setelah
menanyakan langsung ke orang dalam. Hasilnya negative.
Apakah sampai dirawat di RS atau
Faskes?
Alhamdulillah TIDAK sampai
dirawat. Kakak dan Ortu memang sempat panic dan berharap bisa dirawat di
faskes, tapi ku bilang lebih baik pemulihan di rumah saja. Lagian gejala yang
diderita terhitung gejala ringan. Tim puskesmas pun tidak pernah menyarankan
ataupun pernah menyebut soal perawatan di faskes/RS. Ya mungkin mereka paham
bahwa aku tidak perlu dirawat di RS dan sehingga fasilitas kesehatan bisa untuk
pasien lain yang lebih membutuhkan perawatan. Di pikiranku, kayaknya pasien
dengan gejala sesak nafas atau bahkan yang sampai membutuhkan ventilator adalah
pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan di RS.
Lagian ya, aku malah khawatir kalau
mencari antrian masuk RS/faskes, nanti malah makin parah atau terpapar penyakit
lain, ataupun terpapar gejala covid lain yang makin parah. Meskipun pada
pertengahan Desember lalu, adalah masa awal ketika faskes dan RS kerepotan
dengan makin banyaknya pasien covid. Tetapi atasanku yang positif langsung
dapat ruang perawatan di RS. Syukurlah.
Memangnya dirawat di rumah tidak
repot? Ya repot, sih.
Tetapi ku merasa rumah tempatku isoman ideal karena ku hidup sendiri. TIdak ada orang lain yang bisa tertular covid dari aku. Meskipun demikian, ku selalu pakai masker pada 3 minggu masa perawatan. Tujuannya agar tidak ada droplet yang terjatuh dan menyebar di ruangan lain. Rumahku juga menghadap timur. Dengan demikian ku bisa berjemur dan bisa terkena sinar matahari langsung saat pagi hari. Ku juga masih bisa jalan menyiapkan makanan, mandi-cuci-kakus, menjemur pakaian dan beraktivitas keseharian lainnya. Itu cukup buatku.
Aktivitas di pagi hari |
Aktivitas di sore hari. |
Ku bisa bolak-balik ke dapur
untuk memasak nasi sendiri. Untuk lauk-pauk dan keperluan lain, ku mendapatkan
bantuan dan kiriman makanan dari kakak dan orang rumah lainnya. Mereka biasanya
mengirimkan lauk-pauk dan sayur-mayur siap saji untuk 3-4 hari ke depan. Nah,
biasanya, ojol kuminta antar paket dan makanan sampai masuk ke garasi mobil dan
meletakkan paket di atas kap mobil. Dengan demikian, ku bisa memastikan bahwa
para driver ojol tidak akan tertular covid dariku.
Lagipun, hidup sendiri mengurangi
kemungkinan stress buatku. Iya, kita gak harus memikirkan orang lain, tidak
perlu basa-basi, bisa bertindak semaunya. Ya katanya selama kita menderita
covid, sebaiknya pikiran tidak stress agar imun kita semakin baik.
10 hari sejak hasil tes positif, badanku mulai terasa normal. Hanya ada sedikit batuk ringan. Ku sudah bisa beraktivitas dengan biasa. Bahkan kadang di pagi hari, ku merapikan pagar rumahku sambil berjemur dan terkena sinar matahari pagi. Sinar matahari pagi pasti menambah Vitamin D untuk tubuhku. Sore harinya setelah tidak ada pekerjaan kantor, kadang ku menghabiskan waktu dengan menonton Netflix dan membaca buku di balkon rumah.
Kesimpulannya, ku merasakan gejala demam selama sekitar 8 hari. Setelahnya, gejala yang tersisa hanya batuk ringan. Ku tes PCR lanjutan setelah 21 hari dan hasilnya sudah negative. Dengan Gejala ringan, ku pilih untuk isolasi mandiri di rumah dan hidup sendiri.
Komentar