Aku Terinfeksi Covid-19



  





Mungkin ketika jadi Relawan Uji Klinis Vaksin Sinovac, aku tidak mendapatkan vaksin, melainkan hanya mendapatkan cairan Plasebo. Ya jadinya sangat mungkin aku masih terinsfeksi. Ataupun semisal aku mendapatkan vaksin, vaksin tersebut bekerja dengan baik. Mengapa demikian? Ya karena gejala Covid yang aku rasakan bisa dikatakan gejala ringan. Yaitu hanya batuk ringan dan demam. Demamnya hanya tinggi 38.3C sih. Tetapi mungkin demam tersebut gak berlanjut tinggi karena aku segera minum parasetamol. Tidak ada gejala berat lainnya seperti sesak nafas ataupun Hypoxia. 

Alhamdulillah. 

Ya gak tau deh soal vaksin. Setidaknya itu yang aku rasakan. Lagian, metode Uji Klinis Tahap-3 Vaksin tersebut memang double blind. Jadi relawan ataupun petugas tidak ada yang tau siapa yang mendapat vaksin ataupun plasebo. Hasil penelitian Uji Klinis itu sendiri sebetulnya baru selesai Maret 2021. Tetapi karena ada keperluan dari BPOM, sepertinya hasil penelitian untuk Ijin Darurat Vaksin akan keluar dalam Minggu Pertama Januari 2021. 

Ok, selanjutnya cerita soal Infeksi Covid terhadap tubuhku. 

Gejala batuk dan demam terjadi kepadaku ketika Kamis tanggal 10 Desember 2020. Gejala batuk aku rasakan ketika jam makan siang sehabis rapat mingguan di kantor Bandung. Pada waktu rapat tersebut, aku makan hidangan gorengan yang dibawa oleh atasan. Nah, atasanku ini memang sedang batuk pilek sejak 4-5 hari sebelumnya. 

Bahkan hari senin 7 Desember 2020, aku perhatikan beliau bergejala batuk kering. Waktu itu kami sempat berada semobil ketika mengunjungi workshop furniture di daerah Kota Wisata Cibubur. Perjalanan selama di mobil lumayan lama, lah, ya. Sekitar 1,5 jam berangkat dan 1 jam pulang. Aku duduk di kursi tengah, sedangkan atasan dan supir duduk di kursi depan. Perasaanku hari itu gak enak aja. Fully curiga ke beliau karena memang sepanjang jalan dia batuk. Ya tapi maskerku gak lepas. Sayangnya, di perjalanan pulang, kami makan siang bareng di salah satu food court. Ya terpaksa buka masker karena menikmati makanan.

Perasaan tambah gak enak sih. Karena ku sadar saat makan itu beliau masih batuk-batuk dan sangat mungkin makananku terkena droplet atau diriku tertular virus. Sejak senin tersebut, sebetulnya ku sudah punya perasaan gak enak. Bahkan ku sempat curhat ke istri bahwa aku khawatir atasanku positif covid karena gejala2 yang terlihat sejak senin.

Nah ketika hari Kamis sore, ketika ku mulai merasakan batuk ringan, aku kembali curhat ke istri bahwa atasanku itu cerita bahwa beliau ‘tepar’ dan istirahat total sejak selasa sore dan rabu pagi. Deg, , , , Kejadian deh nih. 

Hari jumat sepulang Salat Jumat di Masjid, ku merasakan demam ringan. Ku mulai memisahkan diri dari orang rumah. Demam lagi sejak sore sampai malam harinya Suhu badan mencapai 37.6 ˚C sebelum ku minum paracetamol. Ku mulai tidur terpisah dari anak-istri. Berangkat dari intuisi tersebut, makanya ku membulatkan tekad mengambil tes PCR ketika Jumat sore. Tetapi dengan mempertimbangkan harga dan berapa lama hasilnya, akhirnya baru nemu yang optimal mengambil tes di Bumame Jakarta pada Sabtu Siang 12 Desember 2020. Ku juga berniat sekalian isolasi mandiri di rumah Jakarta. 

 Jadi timelinenya seperti ini: 

Senin, 7 Des. Semobil dengan atasan yang dalam kondisi batuk pilek dan makan siang bersama. Lokasi kantor di Jakarta 

Selasa, 8 Des. Aku masuk kantor Bandung dan bekerja seperti biasa. Ada satu teman yang dalam kondisi batuk-pilek tetapi tidak pakai masker. Hari itu, atasanku yang kusebut sebelumnya sedang berkantor di Jakarta. 

Rabu, 9 Des. Libur pilkada yang kuisi dengan melihat taman stroberi di Lembang dengan anak-istri. 

Kamis, 10 Des. Masuk kantor Bandung, rapat bersama dengan atasan yang dalam kondisi batuk pilek, makan hidangan gorengan yang ada di meja. Siang harinya aku mengalami gejala batuk ringan dan tenggorokan gatal. Pikiranku karena gatal makan gorengan. 

Jumat, 11 Des. Aku menjalani WFH. Sepulang Salat Jumat, aku merasakan demam ringan. Ada demam lagi sore-malam dengan suhu maksimal 37.6˚C. Aku tidur terpisah dari anak-istri dan mulai pakai masker sejak sore hari. 

Sabtu, 12 Des. Aku pulang ke Jakarta dengan menyetir mobil sendiri, dengan niat langsung mengambil tes PCR di Bumame TB Simatupang. Tes PCR di tempat ini adalah tes di kendaraan masing-masing. Pengambilan sampel hanya sekitar 5 menit. Setelahnya, Sabtu sore dan malam kondisi tubuh normal. Aku banyak aktivitas dengan bertemu tukang pekerja, dan orang rumah. Tapi aku selalu pakai masker. 

Minggu, 13 Des jam 11.30. Hasil tes PCR ku menyatakan positif Covid dengan CT 11. Iya, nilai CT ini menjadi acuan apakah seseorang terinspeksi dan setingkat gimana penularan ke orang lain. 

suasana antrian tes PCR mobile.

Petugas mengambil sampel.
  

Memang pada minggu sebelumnya aku bepergian ke Magelang dan Dieng, Wonosobo. Aku menggunakan kereta Jakarta-Yogyakarta ketika traveling ke daerah tersebut. Sesampainya di Yogyakarta, aku menggunakan mobil pribadi dan bepergian berdua dengan anakku. Aku merasa disiplin menerapkan 3M selama bepergian. Ketika makanpun, aku hanya berdua dengan anak dan menjaga diri dari orang lain. Aku merasa risiko tertular Covid selama perjalanan tersebut sangat kecil.

Ada saat yang risikonya besar sekali ketika kami mendaki Bukit Sikunir, Dieng untuk melihat matahari terbit. Meski kami berjalan hanya berdua saja, tetapi kami beberapa kali melewat kumpulan pengunjung lain yang sama-sama mendaki bukit. Ketika nanjak, beberapa kali saya membuka masker biar bias hirup oksigen lebih banyak. Tetapi itu kulakukan ketika situasi sedang sendirian dan berjarak jauh dari orang lain. So vulnerable, karena kondisi pagi itu badan ada dalam kondisi lemah dan cape.

Memang ketika di kereta pulang menuju Jakarta, kondisi gerbong keretaku terisi penuh 70% dan keseluruhan gerbong kereta terisi 70% kapasitas penumpang. Aku berhasil mendapatkan tempat duduk yang sebelahku kosong. Selama di kereta, aku selalu pakai masker dan Face Shield. Sepertinya memang risiko terinfeksi covid selama perjalanan tersebut dan selama di kereta sangat kecil. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa anakku pun alhamdulillah sehat dan tidak ada gejala covid sama sekali.

Sesampainya di Gambir, kondisiku pun dalam keadaan lelah. Ku sempat menikmati sarapan lontong sayur di penjual kaki lima. Siang harinya, ku sempat servis mobil di salah satu showroom dan bengkel mobil di Cilandak. Tetapi seingetku, pada weekend tersebut, ku gak berkerumun, selalu menjaga jarak, dan pake masker, dan yang terpenting, tidak makan bareng dengan siapapun. 

 Lanjut…. 

Hasil tes PCR
Nilai CT yang rendah yang katanya sangat mungkin menularkan ke orang lain.

 

Ketika ada hasil positif, segera ku menghubungi orang kantor dan atasanku tersebut. Aku bilang: ”Pak, hasil tes PCR saya positif. Saya curiga tertular dari Bapak waktu hari senin lalu ketika makan siang bareng. Coba Bapak tes juga deh. Lagian Bapak ada gejala sejak batuk pilek sejak seminggu yang lalu.” Pada Senin pagi 14 Desember, atasanku itu menelponku pagi-pagi. Dia bilang bahwa hasil tes swab dia positif sedangkan keluarganya negatif. Beliau cerita bahwa beliau dan keluarga langsung mencari tempat tes swab begitu mendapat kabar dariku. Setelahnya, atasanku itu langsung mencari Rumah Sakit karena dia ingin segera dirawat. 

Dugaanku benar, sepertinya aku tertular beliau pada senin lalu. Kalau saja penelitian dan pengetahuan umum yang menyebutkan bahwa gejala timbul pada hari ke-4 atau ke-5 setelah infeksi, berarti benar bahwa aku tertular covid pada hari Senin 7 Desember 2020 ketika makan siang bareng tersebut.

Pendapatku tersebut bukan bermaksud menyalahkan orang lain, sih. Kita memang bisa terinfeksi covid dari manapun. Bisa saja bukan dari Atasanku tersebut. Tetap disiplin pakai masker, jaga jarak, cuci tangan pakai sabun, dan kalua makan bersama dengan orang lain terutama yang sedang batuk, usahakan jaga jarak 2m ya. 

Hidupku setelah ada hasil tes PCR tersebut menjadi panik. Orang rumah juga panik. Panik karena harus menyiapkan tempat sementara untuk ortuku, panik karena orang rumah khawatir gejalaku akan tambah parah, panik karena anggapan orang bahwa penderita covid akan diberi stigma jelek dari lingkungan, panik karena harus menyiapkan semua obat, suplemen, dan makanan sehari-hari buatku, panic karena mempertimbangkan apakah harus memberitahu Pak RT, panic karena apakah harus menginformasikan ke Puskesmas sekitar, panic karena aku khawatir menularkan virus ini ke istri dan anakku, dan banyak hal lainnya. Tetapi ya katanya gak boleh panik dan sebisa mungkin mengurai semua kekhawatiran dengan diselesaikan satu per satu. 

Setelah semua orang di rumah tidak ada dan ku sendirian, langsung ku hubungi Pak RT dan Tim Uji Klinis Vaksin. Kemudian Pak RT menghubungi puskesmas Cinere, Depok dan Tim Vaksin menghubungi Puskesmas Sarijadi, Bandung. Tidak lama kemudian, Tim Surveillance dari kedua Puskesmas tersebut mulai mewancaraiku tentang gejala ini dan mulai melacak orang-orang yang berkontak dekat denganku. Aku ngerasa, tim surveillance ini bekerja dengan penuh dedikasi dan cepat. Tim puskesmas Cinere juga langsung mengirimkan Obat Antibiotik, Obat Antivirus, dan Vitamin B Kompleks. Mereka mengirimkan obat tersebut setelah mewancaraiku obat-obatan dan suplemen apa saja yang sudah dan sedang aku minum. 

  bersambung ke cerita selanjutnya ...



Komentar

Postingan Populer