Work From Home, My Version

Apakah arti Work From Home di masa wabah Covid-19 ini bagimu? Kalau arti WFH bagiku seperti ini:
Arti WFH Pertama.


WFH berarti penuh kekhawatiran. Eh, kekhawatiran kaya gimana? Ya kekhawatiran bahwa perusahaan gak bisa bayar gaji karena usahanya tidak ada yang jalan. Pemerintah banyak melakukan larangan/pembatasan aktivitas dan menggalakkan Physical Distancing selama masa darurat wabah ini. Kebetulan perusahaan tempatku bekerja adalah developer properti hotel. Wabah ini sangat memukul industri pariwisata, perhotelan, dan travel. Jadinya kantorku sangat terkena dampak deh.

Pada bulan pertama, ak sangat khawatir perusahaan gak bisa bayar gaji. Meskipun setelahnya ada keputusan bahwa perusahaan bisa membayarkan gaji dengan pemotongan mulai 10%-50%. Masih bersyukur karena masih ada pembayaran gaji yang masuk. Entah sampai kapan kondisi tersebut bertahan. Kalau wabah ini berlangsung lama & pembatasan sosial dari pemerintah berjalan lama, mungkin perusahaanku tidak akan kuat menanggung gaji setelah 3 bulan. Dengan kondisi demikian, tentulah aku berusaha mencari pekerjaan lainnya. Tetapi apa daya, hampir seluruh industri di dunia properti & konstruksi terdampak. Perusahaan lain pun pastinya menunda proses rekrutmen & menyiapkan cadangan dananya untuk kelanjutan perusahaannya masing-masing. 

Kalau diinget, mungkin udah hampir 10 bulan usahaku mencari pekerjaan baru. Mulai dari Agustus 2019 ketika ada vacancy sebagai Kepala Perencanaan & Pengembangan Gelora Bung Karno. Sejak itu, mungkin sudah lebih dari 50 aplikasi yang sudah kukirimkan ke berbagai platform seperti Linked-In, JobsDB, Jobstreet, dan lainnya. Adanya wabah covid ini membuat keadaan semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru. 

WFH ini membuatku punya lebih banyak waktu luang. Tentunya, sih, ya, karena gak perlu berangkat ke kantor dan menghabiskan banyak waktu di perjalanan pergi-pulang. Banyaknya waktu kuisi dengan banyak berdoa. Biar dimudahkan Tuhan untuk usaha mendapatkan pekerjaan yang baru & lebih stabil. Bentuk doanya adalah dengan Solat Malam 11 Rokaat (Tahajud, Hajat, & Witir). Kutambah juga dengan Solat Dhuha 4 rokaat. Tidak lupa kulakukan Solat Rawatib total 14 rokaat sebelum & sesudah Solat Wajib 5 waktu. Di bulan puasa ini, doaku kutambah dengan Solat Tawarih 8 rokaat & tadarus AlQuran menyelesaikan 1 juz/hari. Tadarusan biasanya kulakukan dengan membaca 2 lembar/4 halaman Quran sehabis solat. Insyaallah bisa khatam dalam 30 hari. Amin.

Ketika masa awal WFH, tiap hari cari vacancy di berbagai platform. Tanya-tanya ke teman-teman di perusahaan lain. Pengen banget segera dapat kerjaan baru. Sering day-dreaming kalau ada head hunter telpon untuk follow-up application letter-ku. Tetapi 3-4 minggu kemudian, ku mulai mencoba ikhlas untuk tidak mendapatkan pekerjaan baru dalam waktu dekat. Di sisi lain, ada kabar lumayan dari kantorku yang menyanggupi bayar gaji walaupun ada pemotongan 25%. Ku melanjutkan hidup dengan hal itu 1-2 bulan ke depan. Bersyukur masih bisa hidup dengan gaji sekarang sementara banyak orang di luar sana yang kena PHK & unpaid leave. Ya semakin berhemat, mempertimbangkan kalau mau beli sesuatu. Frugal living!

Kalau diinget-inget lagi, mungkin ini jalan terbaik dari Allah. Coba kalau November 2019, Januari 2020, ataupun Februari 2020 kemarin dapat kerjaan baru dan jadi karyawan kontrak ataupun karyawan dalam masa percobaan. Wah pasti lebih deg-degan. Hidup jadi lebih gak tenang terutama adanya wabah covid ini. Ketika bisnis perusahaan gak jalan, pasti karyawan-karyawan baru tadi menjadi bagian pertama yang terdepak & mgkin unpaid leave. Ya gk sih? Masih untung sekarang bertahan di perusahaan lama sebagai karyawan tetap. Kalaupun ada efisiensi karyawan, insyaallah ada aturan PHK yang lebih kuat dibanding jadi karyawan kontrak / masa percobaan.

Arti WFH kedua.

WFH berarti aku kerja dari rumah. Sementara punya bayi 14 bulan, jadinya aku numpang hidup di rumah mertua. Ku gak betah tinggal/menumpang di rumah orang lain. Apalagi hidup dengan 9 orang lain atau 3 keluarga lain di luar keluargaku. Kalau diinget-inget, baru kali ini dalam seumur hidupku, aku tinggal barengan dengan banyak orang dalam satu rumah. Biasanya maksimal 6 orang. Itupun kejadiannya lebih dari 25 tahun yang lalu ketika aku smp/sma. Selebihnya, ya aku tinggal sendiri selama nge-kos & paling maksimal tinggal bersama 4 orang lain dalam 1 rumah. Kalau WFH sekarang, ku tinggal dengan 10 orang lain. Ada keluarga mertua (2 orang), keluarga kakak ipar (4 orang), keluarga ART (2 orang), dan keluargaku sendiri (3 orang). 

Kebayangkan betapa hidup dengan banyak orang? Ku tidak bisa hidup sesuai ritme dan kebiasaanku. Banyak hal yang tidak sesuai dg standar dan kebiasaanku ketila hidup sendiri, Ku benar-benar harus jaga perasaan semua orang. Gak bisa menasehatin seenak perut kita untuk ngikutin standar baik menurut kita. Harus unggah-ungguh dan ngertiin bahwa kebiasaan orang-orang di rumah itu bermacam-macam. 

Tau gak yang bikin makin stres? Kalau ada ponakan2 yang berisik yang bisa ganggu bayi gw!
Bayi gw punya jam tidur yang lumayan teratur. Biasanya tidur sebelum siang jam 9.30am dan tidur sore sekitar jam 14. Kadang banyak suara berisik dari luar kamar.  Bayi gw gak bisa tidur ataupun malah jadi kebangun karena denger suara berisik tersebut. Kalau bayi gw gak bisa tidur, malah gw yang senewen/kesel. Kenapa? Ya karena bakal seharian itu ganggu jam tubuhnya bayi gw. Ya makan siangnya jadi telat, jadi gak mau makan, jadi ngantuk, dan lainnya. Ganggu pikiran gw banget!

“Terus lo udah melakukan apa dgn kondisi kaya gini?”
Ok, berikut yang udah gw lalukan:

1. Ada sumber bunyi berisik yaitu kaca-kaca di bouvenlicht kamarku. Ketika ada pintu di luar kamar yang ditutup dengan keras, bouvenlicht itu bergetar keras. Sehingga suaranya sangat mengganggu . Akhirnya Gw ganjel kaca-kaca di bouvenlicht tadi dengan karet ban sepeda bekas biar gak bergetar ketika ada orwng lain yang menutup pintu dengan keras. 

2.. Ku juga sudah tutup salah satu lubang angin dari arah ruang makan yang masuk ke kamarku. Kok bisa? Iya emang gw juga mikir kenapa ada lubang angin dari ruang makam masuk ke kamar ya? Harusnya lubang angin ya keluar ke udara bebas. Tapi lubang angin itu hanya berhasil ditutup satu saja. Karena lubang angin sebelahnya tidak terjangkau. Ya intinya masih ada suara dari luar yang masuk ke kamar kami sih. Tetapi lumayan berkurang.

3. Ku beli dan pasang multiplek 3mm buat nutup kaca jendela atas (bouvenlicht) agar mengurangi suara dari luar yang masuk ke kamar. Sebelumnya, bouvenlicht ini terdiri dari kaca geser yang punya rongga dan lapisan krepyak di bagian luarnya. Jadi banyak banget suara yang masuk ke kamar dan mengganggu tidur bayiku.

4. Ku juga sebisa mungkin nemenin bayiku tidur kalau siang. Tujuannya agar bisa menutup pintu kamar dg rapat sehingga mengurangi suara berisik dari luar kamar. Harapanku agar si bayi bisa tidur sian lebih lama dan lebih nyenyak. 

Sebagai Kesimpulan, bahwa WFH sekarang ini membuatku stres berat. Malah khawatir bisa mengganggu keharmonisan keluarga. Bisa jadi kebawa-bawa stresnya ke hubungan dengan istri dan anak. Semoga tidak, ya.

WFH akan sangat ideal dan menyenangkan kalau kondisinya di rumah sendiri, bisa berlama-lama ngurus anak dan bermain sama anak di rumah. Tinggal di rumah sendiri meminimalkan pengaruh buruk dari sepupu-sepupunya ataupun orang lain. Kan gimanapun, khawatir anak gw mencontoh hal buruk dari lingkungan sekitar. 

WFH juga akan sangat ideal ketika ada asisten rumah tangga yang tinggal di rumah dan loyal. Tidak khawatir ketika kita meninggalkan anak sebentar. Ada yang bantu mengurus dan jaga anak ketika kita lelah.

WFH yang ideal juga ketika kantor tempat kita kerja tidak ada masalah dgn pembayaran gaji. Jadi gak kepikiran ada pemotongan gaji bahkan gak ada pikiran unpaid leave.
Surga!

Ya Tuhan, semoga kalau ada pandemic dan terpaksa harus WFH lagi, kondisiku bisa se-ideal itu ya. Aamiin yaa Rabbal ‘Aalaamin.




Komentar

Adder mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Postingan Populer