Komunitas traveler: sebuah target pasar baru?
Komunitas traveler:
sebuah target pasar baru?
Pada tahun 2007, penulis bertemu dengan supplier
peralatan taman hiburan air. Seorang pria berumur 23 tahun berasal dari Canada.
Dia bertanya: “sudah pernahkan kamu lihat the dragon Komodo?”. Pada saat itu penulis mulai berpikir, betapa
terkenalnya budaya, alam dan pariwisata Indonesia di Negara lain, tetapi bahkan
penduduk Indonesia pun banyak yang belum mengetahui pariwisata negaranya
sendiri.
Sebagai
lanjutan dari wacana industri dan ekonomi kreatif yang sedang ramai kembali
dalam dua minggu terakhir, penulis mencoba mengangkat sebuah tren yang bangkit
kembali di masyarakat Indonesia. Traveling, sejak 5 tahun terkahir tren
berperjalanan (traveling) sudah mulai meningkat. Tetapi menurut pandangan
penulis, lima sampai tiga tahun yang
alalu, trend traveling masyarakat Indonesia adalah berpergian ke luar negeri
yaitu dengan tujuan negara-negara pada kawasan regional seperti Singapura,
Hongkong, Jepang. Negara-negara tersebut adalah tujuan pada travelers kelas menengah-atas pada
masanya. Negara yang juga identik dengan wisata belanjanya. Tidak
mengesampingkan komunitas travelers kelas atas yang juga sering bepergian ke
Negara-negara eropa.
Tetapi, 2 tahun terakhir,
tren bepergian bagi para traveler
Indonesia adalah negara pada kawasan regional yang juga mempunyai keunikan
budaya maupun alamnya. Negara-negara kelas kedua seperti Vietnam, Myanmar,
Thailand ataupun Kamboja mulai juga dirambah oleh traveler Indonesia. Dalam dua tahun terahkhir juga, terjadi
peningkatan tren pada traveler local
yang mengunjungi tujuan wisata local. Tujuan wisata dari Pulau We di Sabang,
Aceh sampai pulau Rote Nusa Tenggara Timur dan Pulau-pulau di kawasan Raja
Ampat, Papua.
Tren backpacking (bepergian dengan tas punggung) juga mulai menjamur.
Karena tempat-tempat wisata yang dituju adalah tempat wisata yang bisa dicapai
dan dihabiskan dalam perjalanan selama 2-3 hari. Sebut saja, Pulau Belitung,
Kawasan wisata kepulauan Karimun Jawa, Kawasan wisata Derawan-Kalimantan Timur,
Kawasan wisata Gunung Anak Krakatau, dan Bali. Para pejalan kelas menengah yang
hanya bermodal sedikit, juga mulai merambah. Losmen ataupun penginapan di
kawasan wisata selalu penuh. Hal ini didukung juga oleh banyaknya penawaran
tiket promo dari beberapa maskapai penerbangan.
Tren backpacking juga banyak
dipengaruhi beberapa orang atau pasangan yang bepergian ke seluruh dunia.
Awalnya mereka adalah para blogger
yang selalu menuliskan pengalaman perjalanan mereka. Tetapi, seiring dengan
meningkatnya minat bepergian, pada travel
blogger tersebut menjadi terkenal. Bahkan kompas-gramedia grup menerbitkan
tulisan-tulisan mereka dalam beberapa judul buku dan penjualannya cukup laris. Sebut
saja: Nicholas Saputra seorang artis, Marischka Pruedence seorang jurnalis yang
saat ini lebih banyak beperjalanan keliling Indonesia, Arief Rahman seorang
backpacker yang melakukan perjalanan sampai ke Afganistan seorang diri, dan
banyak lainnya. Apabila melihat followers/pengikut
aku twitter nama-nama tersebut dan akun twitter komunitas traveler lainnya, seperti akun twitter @marischaprue 197.700
followers, @travellerkaskus 36.400 follower, @kabarpetualang 47.000 followers,
@backpackerinfo 29600 followers, @backpackSeru 78.700 followers, @indtravel(Indonesia
travel) 130.000 followers, @arievrahman 32.100 followers, @kartupos 48.900
followers, @liburanlokal 234.400 followers, @duaransel 26.200 followers, maka
dapat disimpulkan bahwa minat masyarakat Indonesia sangat tinggi. Beberapa
komunitas yang lebih khusus seperti penggemar olahraga mendaki gunung mempunyai
akun sendiri seperti @infogunung dengan 60.000 followers. Disadari atau tidak,
kebiasaan mereka traveling banyak
menginspirasi masyarakat Indonesia untuk mulai mengenal wilayah dan budaya
negaranya sendiri.
Para insan kreatif di
industri film juga mulai memanfaatkan potensi kekayaan alam Indonesia pada
produksinya. Sebutlah beberapa judul film yang mengutamakan latar belakang
pemandangan lokasi tempat pembuatan film-film tersebut seperti Pasir Berbisik
(1997), Laskar Pelangi (2008), Sang Pemimpi (2009), Edensor (2013), Negeri 5
Menara (2012), Sagarmatha (2013), 99 Cahaya di Langit Eropa (2014), Laura dan
Marsha (2013), 9 Summers 10 Autums (2013), Atambua 39 Derajat Celcius (2013),
Haji Backpacker (2014), Cahaya Dari Timur: Beta Maluku (2014) dan banyak
lainnya.
Film lain yang cukup
fenomenal adalah film tentang pendaki gunung yaitu 5cm (2013). Film ini memang
secara lebih khusus menceritakan persahabatan sekaligus sangat mengeksplorasi
keindahan taman nasional Gunung Semeru sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Film ini sangat mempengaruhi budaya dan hobby para remaja dan mahasiswa
sehingga menaikkan tingkat kunjungan ke Gunung tersebut dalam 1,5 tahun
terakhir. Dari pengalaman penulis dan beberapa foto yang beredar di komunitas
pendaki, area taman nasional tersebut sangat penuh. Bahkan pada beberapa waktu
liburan panjang, jumlah pengunjung yang datang melebihi quota.
Pariwisata
dalam masa tumbuh (growth)
Traveling menjadi
sebuah relung pasar (market niche)
yang saat ini berada dalam masa tumbuh (growth).
Usaha pemerintah sekarang cukup berhasil menggalakkan kembali pariwisata dalam
negeri seperti membuat Pulau Komodo menjadi seven
of world nature heritage -diluar berbagai intrik yang terjadi dalam
penyelenggaraannya-, membuat festival-festival yang melibatkan seluruh dunia,
seperti penyelenggaraan Sailing Raja Ampat dan Sailing Komodo, sampai acara
dalam lingkup yang lebih kecil seperti Jakarta marathon. Bukti yang mendukung
bahwa tren berperjalanan (traveling) dalam masa tumbuh ialah betapa penuh
sesaknya kawasan wisata gunung bromo, kawasan wisata dataran tinggi dieng,
kawasan wisata gunung Gede-Pangrango yang berada di Bogor dan tidak terlalu
jauh dari Jakarta. Bagi masyarakat kota Jakarta, dapat dilihat betapa ramainya
kawasan wisata pulau Seribu. Seperti Pulau Onrust dan Pulau Kelor yang terdapat
runtuhan benteng Belanda.
Tumbuhnya
jasa travel dan atau event organizer
dalam skala kecil juga meningkat. EO yang dikelola secara individual dan
kelompok dan bukan berupa perusahaan. Berangkat dari hobi yang sama diantara
beberapa orang, kemudian mereka membentuk sebuah komunitas. Komunitas tersebut
juga mulai membentuk travel kecil
dengan menawarkan beberapa paket perjalanan. Paket perjalanan tersebut berdasar
pengalaman mereka melakukan perjalanan sendiri ketika melakukan negosiasi
dengan jasa penyewaan perahu ataupun pengalaman bernegosiasi dengan penyedia
jasa penyewaan mobil. Paket yang ditawarkan bermacam-macam seperti wisata ke
gunung ataupun ke tempat wisata lain. EO skala kecil ini hanya memanfaatkan
media social, situs web, akun twitter, beberapa situs besar seperti kaskus dan
situs komunitas backpacker, sampai dengan facebook fanpage. Beberapa contohnya
adalah funtrip.com, temanpejalan.blogspot.com, dan wisatagunung.com.
Tumbuh berkembangnya
komunitas traveling ini pasti dapat
dimanfaatkan oleh Kementrian Pariwisata dan/atau kementrian ekonomi kreatif dan
terutama pemerintah daerah setempat. Para traveler
dapat memajukan perekonomian daerah tujuan dengan misalnya menginap di rumah
penduduk sekitar, ataupun menyewa mobil untuk berkeliling pulau. Para pendaki
gunung juga dapat berkontribusi misalnya dengan membeli bahan makanan dari
lokasi tujuan, ataupun menggunakan jasa guide dan porter ketika mendaki. Contoh
baik yang sedang berjalan ialah sangat maraknya kumpulan guide dan porter pada
beberapa gunung favorit di Indonesia seperti gunung Rinjani Lombok.
Menjamurnya komunitas traveling, komunitas backpacking, komunitas pendaki gunung
dan lainnya serta munculnya fenomena EO traveling skala kecil dan dadakan,
kemudian memunculkan pertanyaan lanjutan. Pertanyaan tersebut misalnya: apakah
komunitas ini menggerus pasar perusahaan jasa travel yang sudah besar?, apakah
EO skala kecil tersebut dapat berkembang dan menjadi besar?, bagaimana
menyediakan pelayanan/servis yang baik bagi para traveler pemula?, bagaimana mendapatkan margin/keuntungan dari jasa
travel skala kecil ini? dan apa yang
dapat dilakukan bagi produsen peralatan (outdoor
sport equipment) pendukung?
Momentum lemahnya rupiah
bisa menjadi nilai positif untuk pariwisata domestic. Pemerintah daerah juga
memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan kunjungan turis local ke
daerahnya. Tingginya nilai valuta asing tentunya mempengaruhi tujuan perjalanan
para traveler/backpacker. Penulis
sebagai bagian kecil dari komunitas traveler memikirkan alternative tujuan
wisata selain ke luar negeri. Flores misalnya, kawasan Indonesia timur ini
sangat memiliki alam yang indah. Dibanding tujuan wisata ke Negara ASEAN seperti
Angkor Wat di Kamboja. Pemerintah pusat juga seyogyanya memanfaatkan masa ini
dengan berusaha berusaha meningkatkan kunjungan turis asing.
Pertanyaan selanjutnya bagi
kita semua ialah bagaimana menjaga alam agar tetap lestari/sustainable? Banyak cerita ketika goa pindul di Yogyakarta penuh
sesak sampai pengunjung dengan ban pelampungnya tidak bisa begerak ketika
menikmati interior goa. Rusaknya ekosistem pulau Sempu, Malang akibat
berjubelnya wisatawan. Betapa menumpuknya sampah di jalur pendakian gunung
semeru dan gunung-gunung lain yang ramai pengunjung. Pengelola juga sebaiknya membatasi
jumlah pengunjung dalam satu waktu dan juga pengelola sebaiknya meliburkan
kunjungan untuk memberikan kesempatan alam memulihkan ekosistemnya.
Sumber :
1.
http://travel.detik.com/read/2013/12/19/090832/2446174/1382/ini-dia-prediksi-tren-wisata-tahun-2014
pPaper tersebut dibuat sebagai tugas mata kuliah Marketing Management, MMUGM kelas Eksekutif A35A, 2014
Komentar